Analisis wacana sebagai salah satu disiplin
ilmu dengan metodologi yang eksplisit dapat dikatakan sebagai ilmu baru karena
perkembangannya baru dilihat pada awal tahun
70-an dan bersumber pada tradisi keilmuan Barat. Istilah analisis wacana
muncul sebagai upaya untuk menghasilkan deskripsi bahasa yang lebih lengkap
sebab terdapat unsur-unsur bahasa yang tidak cukup bila dianalisis dengan
menggunakan aspek struktur dan maknanya saja.
Sehingga memalui analisis wacana dapat diperoleh penjelasan mengenai
korelasi antara apa yang diujarkan, apa yang dimaksud dan apa yang dipahami
dalam konteks tertentu.
Analisis wacana Kritis (AWK) adalah analisis
bahasa dalam penggunaannya dengan menggunakan bahasa kritis. Analisis ini
dipandang sebagai oposisi terhadap analisis wacana deskriptif yang memandang
wacana sebagai fenomena teks bahasa semata, karena analisis jenis ini selain
berupaya memperoleh gambaran tentang aspek kebahasaan, juga menghubungkannya
dengan konteks, baik itu konteks sosial, kultural, ideologi dan domain-domain
kekuasaan yang menggunakan bahasa sebagai alatnya.
Dalam Analisis wacana kritis ini terdapat
tokoh-tokoh yang memiliki sudut pandang dan cara analisis yang berbeda antara
satu dengan yang lainnya. Masing-masing pandangan tersebut hanya ditujukan pada
satu pokok permasalahan yaitu Analisis wacana Kritis (Critical Discourse
Analysis).
Dari sudut pandang para tokoh Analisis Wacana
Kritis, terdapat pandangan bahwa wacana adalah alat bagi kepentingan kekuasaan,
hegemoni, dominasi budaya dan ilmu pengetahuan. Untuk itu, dalam menganalisis
wacana juga harus memperhatikan masalah ideologi dan sosio kultural yang
melatarbelakangi penulisan suatu wacana.
Berikut beberapa tokoh AWK (Analisis Wacana Kritis) dan pandangannya:
A.
Michel
Foucault
1. Lahir di
Poitiers Perancis, tahun 1926.
2. Bidang ilmu
yang digelutinya : filsafat, sejarah, psikologi dan psikopatologi.
3. Buku-buku
hasil karyanya : Penyakit Mental dan Kepribadian, Sejarah Kegilaan, The Birth of The Clinic, Archeology of Human
Sciences, Disciplines and Punish dan trilogi The History of Sexuality.
4. Karier :
Sebagai staf pengajar pada Universitas Uppsala (Swedia) untuk bidang sastra dan
kebudayaan Perancis, Dosen di berbagai Universitas di Perancis, dan pendiri
Universitas Paris Vincenes.
5. Meninggal
dunia dalam usia 57 tahun pada tahun 1984.
6. Inti
Pemikiran Foucault :
a.
Wacana
Wacana
menurut Foucault bukan hanya sebagai rangkaian kata atau proposisi dalam teks,
melainkan sesuatu yang memproduksi sesuatu yang lain. Sehingga dalam
menganalisis wacana hendakny mempertimbangkan peristiwa bahasa dengan melihat
bahasa sebagai dua segi yaitu segi arti dan referensi.
Wacana
merupakan alat bagi kepentingan kekuasaan, hegemoni, diminasi budaya dan ilmu
pengetahuan. Dalam masyarakat, ada wacana yang dominan dan ada wacana yang
terpinggirkan. Wacana yang dominan adalah wacana yang dipilih dan didukung oleh
kekuasaan, sedangkan wacana lainnya yang tidak didukung akan terpinggirkan
(marginalized) dan terpendam (submerged).
b.
Discontinuitas
Foucault
menolak teori mengenai sejarah yang berjalan linier dan kontinyu “contonuous history”, karena itu dia
mengajukan konsep discontinuitas sejarah. Foucault lebih tertarik pada kejadian
biasa atau peristiwa kecil yang diabaikan oleh ahli sejarah, daripada analisis
sejarah tradisional yang cenderung mempertanyakan strata dan peristiwa mana
yang harus diisolasi dari yang lain, jenis hubungan yang harus dikonstruksi
serta kriteria periodisasi. Biasanya analisis tradisional hanya menyoroti
sejarah “orang-orang besar.”
c.
Kuasa dan Pengetahuan
Menurut
Foucault, kekuasaan dan pengetahuan
adalah dua hal yang selalu berkaitan.
Menurutnya, kekuasaan selalu terakumulasi melalui pengetahuan, dan
pengetahuan selalu punya efek kuasa. Konsep ini membawa konsekuensi untuk
mengetahui bahwa untuk mengetahui kekuasaan dibutuhkan penelitian mengenai
produksi pengetahuan yang melandasi kekuasaan. Foucault meyakini bahwa kuasa
tidak bekerja melalui represi, tetapi melalui normalisasi dan regulasi. Kuasa
tidak bekerja secara negatif dan represif, melainkan dengan cara positif dan
produktif.
d.
Episteme
Foucault
membedakan tiga jaman episteme yaitu : Abad Renaisan yang menekankan pada
resemblance (kemiripan), Abad Klasik yang menekankan pada representastion
(representasi) dan Abad Modern yang menekankan pada signification (signifikasi)
atau pemaknaan.
B.
Roger
Fowler, Robert Hodge, Gunther Kress, dan Tony Trew (Fowler dkk)
1.
Fowler, Hodge, Kress dan Trew adalah
sekelompok pengajar di Universitas Eart Anglia (aliran Linguistik Eropa
Kontinental). Fowler Lahir pada tahun 1939, Australia. Robert Hodge Lahir pada 25 April 1940 di Perth,
Australia. Gunther Kress Lahir
pada 26 November 1940 dengan nama lengkap Gunther Rolf Kress. Dan Tony Trew Lahir di Cape Town pada 6 Juli
1941 dengan nama lengkap Anthony Andrew Trew.
2.
Karya mereka adalah sebuah buku yang berjudul
Language and Central (1979) dengan
pendekatan Critical Linguistic yang
memandang bahwa bahasa dikenal sebagai praktik sosial. Pendekatan ini
dikembangkan dari teori linguistik para peneliti yang melihat bagaimana tata
bahasa (grammar) tertentu menjadikan kata tertentu (diksi) membawa implikasi
dan ideologi tertentu (Darma, 2009 :84).
3. Dalam membangun model analisisinya, mereka
mendasarkan pada penjelasan Halliday mengenai struktur dan fungsi bahasa yang
menjadi struktur tata bahasa.
4.
Dalam praktik penggunaan tata bahasa, maka
kosa kata merupakan pilihan kata (diksi) untuk mengetahui praktik ideologi.
Adapun fungsi kosa kata diantaranya sebagai berikut :
a. Kosakata
Karena
bahasa merupakan sistem klasifikasi, maka bahasa yang berbeda itu akan
menimbulkan realitas yang berbeda pula ketika diterima oleh khalayak.
b. Kosakata :
membuat klasifikasi
Bahasa
pada dasarnya menyediakan klasifikasi, sehingga dapat dibedakan antara realitas
yang satu dengan yang lainnya. Klasifikasi ini bermakna bagaimana suatu
peristiwa itu dilihat dari suatu sisi sehingga memaksa kita untuk bagaimana
memahami realitas.
c. Kosakata :
Membatasi Pandangan
Menurut
Fowler dkk, bahasa pada dasarnya bersifat membatasi. Kosakata berpengaruh
terhadap bagaimana kita memahami dan memaknai suatu peristiwa. Sehingga ketika suatu kosakata tertentu, akan
dihubungkan dengan realitas tertentu.
d. Kosakata :
Pertarungan wacana
Kosakata
haruslah dipahami dalam konteks pertarungan wacana. Setiap pihak memiliki pendapat
sendiri-sendiri dalam suatu masalah, sehingga selalu berusaha supaya hanya
pendapatnya saja yang paling benar. Dalam upaya memenangkan opini publik,
masing-masing pihak menggunakan kosakata sendiri-sendiri dan berusaha
memaksakan agar kosakata itulah yang lebih diterima oleh publik.
e. Kosakata :
marginalisasi
Kosakata
membawa nilai ideologis, kata bukan sesuatu yang netral, tetapi membawa
ideologi tertentu.
f.
Tata Bahasa
Fowler
dkk menyatakan bahwa minimal ada dua hal yang harus diperhatikan yakni efek
bentuk kalimat pasif dan efek nominalisasi. Kedua efek ini cenderung
menghilangkan pelaku dalam sebuah teks.
C.
Theo Van Leeuwen
1.
Theo Van Leeuwen memperkenalkan model
analisis wacana untuk mendeteksi dan meneliti bagaimana suatu kelompok atau
seseorang dimarginalisasikan posisinya dalam suatu wacana. Kelompok dominan
lebih memegang kendali dalam menafsirkan suatu peristiwa dan pemakaiannya,
sementara kelompok lain yang posisinya rendah cenderung untuk terus-menerus
menjadi obyek pemaknaan dan digambarkan secara buruk.
2.
Ada dua pusat perhatian dalam analisis Van Leeuwen,
yaitu :
a. Proses
pengeluaran (eksklusi) apakah dalam
suatu teks berita ada aktor atau kelompok yang dikeluarkan dari pemberitaan,
dan strategi wacana apa yang dipakai untuk itu.
b. Proses
pemasukan (inklusi) yaitu proses dimana suatu pihak atau kelompok ditampilkan
lewat pemberitaan.
D.
Sara Mills
1.
Sara Mills menjadikan teori wacana Foucault
sebagai ground teori untuk analisiswacana kritis.
2.
Konsep dasar pemikiran Mills lebih melihat
pada bagaimana aktor ditampilkan dalam teks baik dia berperan sebagai subyek
maupun obyek.
3.
Ada dua konsep dasar yang diperhatikan yaitu posisi Subyek-Obyek, menempatkan
representasi sebagai bagian terpenting.
Bagaimana seseorang, kelompok, pihak, gagasan dan peristiwa ditampilkan dengan
cara tertentu dalam wacana dan memengaruhi makna khalayak. Penekanannya adalah
bagaimana posisi dari aktor sosial, posisi gagasan, atau peristiwa ditempatkan
dalam teks.
4.
Selain posisi aktor dalam teks, Sara Mills
juga memusatkan perhatian pada bagaimana pembaca dan penulis bisa ditampilkan.
Posisi pembaca memengaruhi bagaimana seharusnya teks itu dipahami dan bagaimana
aktor sosial ditempatkan. Penceritaan dan posisi ini menjadikan satu pihak legitimate dan pihak lain illegitimate. Karena Sara Mills adalah
seorang feminist, maka aktor yang sering dia tampilkan dalam karyanya adalah
perempuan.
E.
Teun A. Van
Dijk
1.
Van Djik Lahir pada 7 Mei 1943 di Naaldwijk, Belanda.
Merupakan seorang Profesor pada bidang studi wacana di Universitas
Amsterdam (1968 – 2004 ), dan sejak
tahun 1999 juga menjadi dosen di Pompeu Fabra Univeristy, Barcelona
2. AnalisisWacana Kritis model Van Dijk dikenal dengan model “kognisi sosial” yaitu model
analisis yang tidak hanya mendasarkan pada analisis teks semata, tetapi
juga proses produksi wacana tersebut
yang dinamakan kognisi sosial. Dijk berusaha untuk menyambungkan wacana dengan
konteks sosialnya. Dalam hal ini konteks sosial sebagai elemen besar struktur
sosial (stuktur makro) dan elemen wacana seperti gaya bahasa, kalimat dan
lain-lain (struktur mikro).
3. Wacana
menurut Van Dijk memiliki tiga dimensi : teks, kognisi sosial dan konteks.
a.
Dalam teks (stuktur mikro)Van Dijk berusaha
meneliti dan mamaknai bagaimana struktur teks dan strategi wacana secara
kebahasaan (bentuk kalimat, pilihan kata, metafora yang dipakai)
b.
Pada level kognisi sosial dipelajari
bagaimana proses produksi teks berita yang melibatkan kognisi individu dari
wartawan.
c.
Pada level konteks sosial (struktur makro)
mempelajari bangunan wacana yang berkembang dalam masyarakat akan suatu masalah
F.
Norman
Fairclough
1. Fairclough
lahir pada tahun 1941, merupakan seorang dosen di Lancaster University dan merupakan salah satu pencetus
analisis wacana kritis
2. Analisis
Wacana Kritis Model Fairclough disebut dengan model perubahan sosial (social change), yaitu mengitegrasikan
secara bersama-sama analisis wacana yang didasarkan pada linguistik, pemahaman
sosial politik terhadap perubahan
sosial.
3. Menurut
Fairclough bahasa sebagai praktik sosial mengandung implikasi bahwa :
a. Wacana
adalah bentuk dari tindakan, seseorang menggunakan bahasa sebagai tindakan pada
dunia dan khususnya sebagai bentuk representasi ketika melihat realita.
b. Adanya
hubungan timbal balik antara wacana dan struktur sosial , kelas, dan relasi
sosial lain yang dihubungkan dengan relasi spesifik dan institusi tertentu
seperti pada buku, pendidikan, sosial dan klasifikasi.
4. Fairclough
membagi wacana dalam tiga dimensi yaitu teks, discourse practice, dan Sociocultural
Practice .
a. Teks
dianalisis secara linguistik, dengan melihat kosa kata, semantik dan tata
kalimat termasuk keherensi dan kohesivitas yang bertujuan untuk melihat
elemen-elemen idesional, relasi dan identitas suatu wacana.
b. Discourse
practice berhubungan dengan bagaimana proses produksi dan konsumsi teks.
c. Sociocultural
Practice adalah dimensi yang berhubungan dengan konteks seperti konteks
situasi, konteks dan praktik institusi dari media dalam hubungannya dengan
masyarakat atau budaya politik tertentu.
SUMBER:
Badara, Aris. 2012. Analisis wacana Teori,
Metode, dan Penerapannya pada Wacana Media. Jakarta : Kencana Prenada Media
Group.
Darma, Yoce, A. 2014. Analisis Wacana Kritis. Bandung : PT. Refika Aditama.
Stefan, Michael dan Mayer Michael dkk. 2009. Metode Analisis Teks dan Wacana. Yogyakarta
: Pustaka Pelajar.
Bagus banget kak, saya sudah baca buku tentang materi di atas, tapi untuk membedakannya cukup sulit. Lewat tulisan kakak aku baru paham, sangat membantu. Tetap semangat! dan hasilkan lebih banyak lagi artikel yang bermanfaat. Amin.
BalasHapus